Jumat, 21 Agustus 2020

Transjakarta D21, Menyusuri Kemacetan Orang Depok

Oh iya, gue naik bus ini sebelum pandemi COVID-19 soalnya semangat menulis gue selama internship sempet hilang karena jaga dan males, salah satu penyakit yang obatnya cuma ada di diri sendiri. He he he.

Oke. Kali ini, Gue mau review perjalanan gabut di kampung halaman, Jakarta, sambil nunggu jadwal internsip keluar. Selain buat bakar kalori walaupun gak banyak, gue juga males bawa kendaraan pribadi karena jalanannya semakin macet dan lebih boros uang. Maklum, belum punya pekerjaan tetap.

Gue iseng coba naik bus Transjakarta low entry yang banyak beredar di ibu kota. Ide ini muncul mendadak setelah gue pulangin mobil bokap ke kampus tempat ngajarnya di sekitar Fatmawati. Awalnya, gue mau naik MRT dari Stasiun Fatmawati ke Dukuh Atas, lalu naik KRL dari Sudirman ke  Tebet. Namun, semua itu berubah saat ada sebuah bus berwarna oranye lewat sambil membunyikan klakson dan gue relfeks melambaikan tangan tanda mau naik. Bus itu adalah Transjakarta D21 rute Lebak Bulus-Universitas Indonesia (UI). Tujuan gue adalah Stasiun Tanjung Barat supaya bisa naik KRL ke rumah. Bus yang melintasi salah satu rute kusut di Jakarta ini gak terlalu rame saat gue naik, sekitar delapan orang penumpang.

Bus ini keren menurut gue, bus ini akan miring ke kiri saat naik-turun penumpang. Bus-bus sebelum ini di Jakarta belum pernah ada yang bisa kayak ini. Adanya miring ke kiri karena penumpangnya terlalu banyak gelantungan di pintu. Ha ha ha. Bus ini berhenti di setiap perhentian yang berlogo Transjakarta atau nama kerennya halte non-BRT. Jangan coba-coba naik atau turun sembarangan kalau naik Transjakarta, gak akan dikasih. Zaman udah berubah, Bro. Busnya aja berubah jadi lebih bagus, masa kalian enggak. Ha ha ha. Rute bus ini sebenarnya adalah pengumpan menuju Stasiun MRT Lebak Bulus. Menurut gue, bus ini agak memutar arah kalau tujuannya ke Sudirman atau HI walaupun menggunakan Moda Raya Terpadu (MRT). Sebelum ada bus ini, ada bus PPD 54 rute Depok-Grogol yang warna busnya putih dengan livery kuning. Namun, bus itu menghilang seiring perkembangan zaman dan usia bus semakin tua.

Foto Busnya, diambil dari Halte BRT Transjakarta Lebak Bulus

Bus ini juga bisa jadi pengumpan menuju stasiun KRL menuju Bogor dan Jakarta. Bus ini beroperasi setiap hari mulai pukul 05.00-21.00. Kalian pantau pakai aplikasi Trafi aja biar gak repot buat deteksi bus ini ada di mana. Bayarnya cukup Rp3.500,00 aja, sama kayak naik bus Transjakarta dari halte Bus Raya Terpadu (BRT). Bedanya, penumpang gak bisa oper ke bus Transjakarta lain di halte BRT Lebak Bulus karena halte bus ini terpisah dengan bus lainnya, seperti Transjakarta 6H, 7A, 8, S21, dan S22. Bus ini bisa gue katakan ngegembel di jalan dengan acuan rambu bus stop. Kalau kalian mau oper ke bus tersebut, kalian harus bayar Rp3.500,00 lagi di pintu masuk halte BRT. Aneh juga, padahal Transjakarta 7A yang pake bus low deck bisa naik-turun penumpang di halte itu.  

Gue duduk di kursi belakang dekat tangga baris pertama. Cara bayar tiket busnya masih model lama, yakni kondektur datengin penumpang sambil bawa mesin Electronic Data Capture (EDC) portabel dan sebundel tiket. Sebenarnya, ada dua buah mesin EDC di dalem bus ini yang letaknya di pintu masuk dan keluar bus. Namun, mesin itu gak ada yang dipake sepanjang perjalanan alias cuma pajangan. Anehnya lagi, mesin EDC yang dibawa kondektur cuma bisa baca satu macam kartu uang elektronik yang dikeluarkan salah satu bank BUMN. Keadaan ini bisa diatasi dengan bayar tunai atau cash di atas bus, gak praktis sekaligus keren aja sih walaupun masih ada untungnya. Untung masih bisa naik busnya. Ha ha ha.

Bus ini halus banget sepanjang perjalanan ke Stasiun Tanjung Barat. Sesekali masih suka rem mendadak dan salip kanan-kiri walaupun gak berbahaya buat gue pribadi. Gak berbahaya di sini adalah gak sampe menimbulkan kecelakaan, bahkan korban jiwa. Setidaknya, bus ini lebih aman daripada bus kota masa lalu. Hampir setiap halte berhenti karena ada penumpang yang akan naik. Bus ini jadi penuh walaupun semua penumpangnya masih bisa duduk manis sambil ngadem. Bus ini mulai sepi penumpang yang naik setelah Rancho Indah. Wajar sih karena banyak angkot yang satu rute dengan bus ini, bahkan angkotnya bisa sampai Depok. Gue pernah naik bus ini juga sampai Stasiun Lenteng Agung, penumpang lebih banyak turun mulai dari Stasiun Tanjung Barat untuk menghindari macet di sepanjang jalan menuju Depok. Cara memberhentikan bus ini gampang, tinggal pencet tombol merah yang ada di sepanjang tiang di dalam bus walaupun tombol ini beberapa bus suka ngambek alias gak nyala. Sopir akan berhenti di bus stop terdekat. Bus ini sering penuh kalau pagi walaupun gue belum pernah naik langsung dari UI, beberapa kali pernah lihat dari kereta aja. Maklum lah, bus ini banyak lewat perkantoran di sepanjang jalan T. B. Simatupang dan Taman Margasatwa Ragunan walaupun gak sampai pintu masuk. RSUD Pasar Minggu juga dilewati bus ini.

Bus ini juga keliling kampus Universitas Indonesia (UI) sebelum berangkat ke Lebak Bulus. Sama halnya dengan Transjakarta 4B, bus ini keliling kampus UI sebelum ke Manggarai dan tarifnya nol rupiah alias gratis sebagai gantinya Bikun alias bus kuning. Kabar Transjakarta akan menggantikan Bikun ini udah lama gue tau, mungkin ada lah setengah tahun lalu. Rencananya, akan ada tiga rute baru Transjakarta yang masuk ke lingkungan kampus UI, yaitu 4B, D21, dan dua rute lain ke Kampung Rambutan lewat Tanjung Barat dan Raya Bogor, tapi dua rute terakhir gak pernah kedengeran kabarnya sampai detik ini.

Menurut informasi yang gue cari di Mbah Google, Rute bus ini sebenarnya sampai Jatijajar, tapi dipotong sampai UI karena pemerintah Kota Depok gak kasih izin bus ini masuk Depok. Mungkin walikotanya sibuk bikin lagu buat ditaro di persimpangan yang suka macet kali ya. Ha ha ha. Padahal, Transjakarta D11 bisa masuk pakai bus PPD yang pool-nya kebetulan ada di Depok. Kalau gue jadi Walikota Depok, gue bersyukur banget ada bus dari Jakarta yang mau masuk Depok untuk angkut penumpang meskipun Jalan Margonda Raya macet setiap hari tak kenal waktu. Bus itu juga bisa kontrol jumlah angkot yang beredar di jalan itu. Setidaknya, bus lebih tenang di jalan ketimbang angkot yang sering kejar setoran dan rawan menyebabkan kecelakaan di jalan, bahkan rawan kejahatan. Saingan bus ini tinggal satu sepanjang jalan T. B. Simatupang, Si Ungu Deborah yang sering lewat pagi dan sore hari aja. Bus ini hampir gak punya pesaing karena Deborah masuk tol dari Pondok Pinang sampai Lenteng Agung.

For your information:

1.  1. Bus ini udah seluruhnya menggunakan uang elektronik untuk transaksi setiap penumpang seiring dengan semakin banyaknya orang yang terinfeksi Coronavirus. Setiap penumpang menempelkan uang elektronik ke mesin EDC di pintu depann dan menempelkan kembali saat keluar di pintu tengah khusus pengguna Jaklingko (bener gak sih? Koreksi kalau salah. He he he. Saat gue naik tahun lalu, bus ini masih menerima transaksi tunai karena mesin EDC hanya bisa transaksi menggunakan uang elektronik salah satu bank BUMN.

2.   2. Jam operasional bus ini sebelum pandemi COVID-19 adalah setiap hari pukul 05.00-21.00. Saat ini, bus hanya berjalan di hari kerja pukul 05.00-10.00 dan 14.00-22.00.

Jumat, 05 Februari 2016

Transit

Pukul 04.30 WIB saat itu, Gue turun dari KA Jaka Tingkir yang gue naikin dari Purwokerto. Kereta ini terlambat satu jam dari jadwal,  ya masih gue anggap “wajar” soalnya banyak proyek di sepanjang jalan. Turun dari kereta, Gue tap-in buat naik KRL yang akan nganter gue pulang ke rumah.... deket rumah maksudnya, Stasiun Tebet hehehe. Setelah itu, gue sholat subuh berhubung udah adzan. Akhirnya gue duduk di peron jalur dua Stasiun Jatinegara buat nunggu KRL yang datengnya masih setengah jam lagi. Beberapa KA dari berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur masuk silih berganti *bahasanya zaaa hahaha. KRL pun mulai keliatan dari jauh. Ada empat penumpang KRL bertas gede (kayaknya sih abis turun gunung) di deket gue siap-siap naik. Ternyata, KRL itu adalah KRL pertama yang berangkat dari Bekasi dan semua keretanya penuh. Rombongan penumpang bertas gede itu ragu-ragu dan bertanya sama gue yang kebetulan bertas “gede” juga (baca: tas gue penuh dengan oleh-oleh).

Penumpang 1: “mas, keretanya sampe mana ya?”
Gue: “sampe Kota, mbak”
Penumpang 1: “wah penuh ya, mana tas saya gede lagi”
Penumpang 2: “ya udah, tunggu KRL di belakangnya aja”
Gue: “wah kalo nunggu KRL abis ini tambah penuh, lagi jam kerja. Naik ini aja, itungannya masih longgar sama adem kok”
Penumpang 1, 2, dan teman-temannya: “ya udah, naik ini aja”

Gue udah kayak tour guide aja ya hahaha. Akhirnya mereka naik KRL itu dan berdiri di deket gue. Barang-barang ukuran jumbo itu juga diturunin dari pundaknya biar penumpang bisa berdiri luwes.  KRL itu berangkat dari Jatinegara menuju Manggarai. Seperti biasa, setiap KRL yang masuk Manggarai akan “semedi” dulu alias ngantri. Karena ngantrinya lama banget, salah satu dari penumpang itu kayaknya agak kesel gitu dan mulai tanya-tanya lagi sama gue dan beberapa penumpang lain.

Penumpang 3: “wah lama ya ngantrinya, kapan masuknya nih”
Penumpang X: “emangnya mbak turun di mana?”
Penumpang 3: “saya turun di Pondok Ranji Pak hehe”
Penumpang X: “udah gak sabar turun di Manggarai ya mbak? Saya juga transit di Manggarai”
Gue: sabar mbak, emang biasanya begini. Nanti di Tanah Abang juga ngantri lagi”
Penumpang 2: “udah santai aja, entar di Tanah Abang kita ngelawan arus kok”

KRL itu mulai bergerak ke Manggarai dan masuk di jalur 2. Kalo lu liat dari luar, penumpang itu turun kayak banjir bandeng bandang gitu. Semuanya kayak tumpah dan nyebar ke segala arah. Lebih seru lagi, di jalur 5 ada KRL ke arah Tanah Abang sampe Jatinegara. Hampir semua yang turun langsung lari ngejar KRL itu, termasuk empat orang bertas gede itu. Gue? Gue asik foto-foto di stasiun hahaha *anti-mainstream tingkat dewa. Apesnya, KRL di jalur 5 langsung berangkat dan (kayaknya) gak bawa penumpang KRL dari Bekasi. Peron jalur 5 langsung penuh sama penumpang yang transit. Peron itu tambah penuh setelah KRL dari Bekasi dateng lagi dan bawa banyak bandeng penumpang yang mau pindah kereta ke arah Tanah Abang, terutama Stasiun Sudirman. Ya, stasiun yang namanya kayak kampus gue ini emang setiap hari kerja selalu jadi tujuan penumpang untuk sampe ke kantornya masing-masing. Keempat penumpang itu dan ratusan penumpang lain menunggu dengan sabar. Pas KRL yang ditunggu dateng, penumpang langsung berebut masuk kereta yang udah penuh kayak sarden kalengan. Yang lebih seru lagi, banyak “teriakan” gak jelas pas pintu itu dibuka. Mungkin penumpang yang mau keluar dan masuk sama-sama gak sabar, kayak kereta punya sendiri aja. Akhirnya gue berpisah sama rombongan bertas gede itu dan gue nerusin perjalanan gue sampe Stasiun Tebet.

Jadi.... bantulah orang di sekitar lo selama lo bisa bantu. Tapi, tetep liat keadaan juga ya hehehe. Bukannya pilih-pilih orang, banyak tangan jahil yang manfaatin cara itu buat beraksi. Kalem aja, lanjut terus #jadiiklanfrestea

Bonus:
Bagi yang males cari jadwal KRL yang gak pake transit alias sekali jalan, nih gue share jadwalnya. Jadwal lengkapnya cek di aplikasi InfoKRL/KRLAccess yaw!

Depok-Tanah Abang-Parung Panjang: KA 1997/1998 16.14
Parung Panjang-Tanah Abang-Depok: KA 1953/1954 10.33
Depok-Tanah Abang-Duri-Tangerang: KA 2189/2190 15.50
Tangerang-Duri-Tanah Abang-Depok: KA 2149/2150 11.00

Jumat, 24 Juli 2015

Review Angkutan Perantauan: KA Krakatau

Halo! Udah lama banget nih blog kosongnya ya, hampir 3 tahun hahaha. Mumpung libur cuma makan – tidur – nonton TV – makan – tidur, sekali-sekali update blog deh. Gak tau masih ada yang baca apa nggak. Sikat laaah.

Kali ini gue mau sharing nih tentang kereta (lagi, lagi, dan lagi). Gue mau cerita nih tentang kereta jarak jauh yang lumayan sering gue naikin pas merantau ke Purwokerto. Ya, namanya KA Krakatau. Kereta kelas ekonomi nonsubsidi ini punya rute Merak – Kediri PP. Sebenernya rute awalnya cuma sampe Madiun, mungkin gara-gara banyak kereta lain yang berhenti di sana jadinya dipanjangin lagi sampe Kediri. Sejak rutenya sampe Kediri, KA Krakatau jadi kereta yang punya jarak tempuh terjauh di Pulau Jawa, bahkan Indonesia. Jarak tempuhnya 925 km, waspada hemoroid et causa kebanyakan duduk sob hahaha. Kereta ini bisa jadi alternatif buat kalian yang mau naik gunung di sekitar Kediri sama Malang berhubung pas gue naik banyak yang bawa tas gunung, mungkin mau jualan tas naik gunung dan gak dapet tiket Matarmaja kayak film 5 cm. Udah kayak pengamat aja gue ya hahaha.

Kereta ini gak gue naikin full rute, Cuma dari Senen – Purwokerto. Awal kereta ini di-launching, gue seneng lah soalnya kereta ini berangkat dari Senen sekitar jam 1 siang. Waktu itu belom ada KA Jaka Tingkir yang berangkatnya setengah jam lebih awal daripada KA ini. Jadwal itu sesuai sama gue yang gak terlalu seneng sampe tempat tujuan malem-malem walaupun beberapa kali naik berangkatnya jam setengah 2, bahkan jam 2 pun pernah. Akhirnya sampe Stasiun Purwokerto jadi malem deh hahaha. Waktu tempuh Senen – Purwokerto saat itu kira-kira 5,5 jam, tapi sekarang bisa lebih cepet soalnya sepanjang Maja – Purwokerto udah double track, jadi gak perlu gantian sama kereta yang berlawanan arah buat lewat atau bahasa gaulnya bersilang #alah.

Namanya kereta kelas ekonomi, santai banget di jalan. Ketemu stasiun agak gede kayak Cikampek, Haurgeulis, sama Jatibarang berhenti buat naik-turun penumpang. Bagi kalian yang gak betah lama-lama di kereta kayak gue, cari kereta lain aja hahaha. Ada lagi yang bikin gue seneng kalo naik KA Krakatau. Kereta ini berhenti lama di Stasiun Cirebon Kejaksan, Stasiun Cirebon khusus kereta eksekutif sama bisnis. Unik juga nih kereta, biasanya kereta kelas ekonomi berhentinya di Cirebon Prujakan bareng kereta barang gitu. Pas gue turun dari kereta (saking lamanya kereta berhenti = 30 menit), ternyata tukeran lokomotif gitu. Pas itu juga, penumpangnya banyak yang turun dari kereta buat ngelonggarin pinggang, makan, sholat, ada juga yang foto-foto. Kereta ini juga sering ngalah sama kereta yang arahnya berlawanan atau disusul kereta di belakangnya. Sekalinya kereta berhenti, ada aja penumpang yang turun buat sekadar ngerokok soalnya gak boleh ngerokok di kereta. Ketauan ngerokok = diturunin petugas di stasiun terdekat, itu kata Dirut PT KAI waktu itu yang sekarang jadi menteri perhubungan, Pak Ignatius Jonan.

Ada cerita unik nih pas gue naik KA Krakatau pulang ke Jakarta. Waktu itu gue udah stand by di Stasiun Purwokerto jam setengah 5 sore, lumayan lah bisa liat-liat kereta keluar-masuk stasiun (padahal cuma KA Serayu doang yang gue liat). Pas keretanya dateng, gue nulis status di salah satu aplikasi instant messenger yang lagi ngetop sekarang. Gini nih anak gaul, kerjaannya update status mulu hahaha. Setelah itu, salah satu temen kuliah gue chat kalo dia sama temennya sekereta sama gue dan baru setengah jalan ke stasiun. Gue kasih tau ke dia kalo keretanya udah dateng dan 15 menit lagi berangkat, kebetulan ada infonya dari stasiun. Pas keretanya berangkat, gue tanyain udah di mana dan gak dibales. Gue kira pada bercanda kali, kebetulan orangnya suka bercanda gitu. Ternyata .... Orangnya hampir ketinggalan kereta! Gue baru tau hal itu pas mereka udah duduk di kereta dan cerita-cerita sama gue sambil ketawa gitu. Mereka hampir gak boleh masuk gara-gara keretanya udah berangkat, maklum sekarang petugasnya agak tegas dibanding dulu. Aturannya juga diperketat pake boarding gitu lah kayak pesawat, katanya biar penumpangnya disiplin waktu sama gak salah naik kereta. Akhirnya mereka bisa masuk abis nerobos petugas dan pintu kereta makan masih dibuka. Pokoknya sepanjang perjalanan isinya ketawa-ketawa doang, terutama gue yang asik ngetawain mereka hahaha. Ampun daaah.

Sekian dulu cerita-cerita kali ini. Jangan bosen kalo isinya gak jauh-jauh dari kereta atau transportasi darat lainnya hahaha.


*Oh iya, kebetulan nih hari ini tepat 2 tahun KA Krakatau wara-wiri Merak – Kediri PP. Semoga kereta ini gak punah gara-gara kalah saingan sama kereta lain. Harga karcisnya juga diturunin dong, masa kereta kelas ekonomi nonsubsidi hargaya lebih mahal daripada kelas bisnis walaupun pelayanannya gue akui lebih bagus daripada kelas bisnis. 

Kamis, 28 Juni 2012

Kepunahan KRL Ekonomi Lintas Tangerang

Setelah lintas Bekasi dan Bogor, sekarang lintas Tangerang akan kehilangan seluruh perjalanan KRL Ekonomi. Perjalanan KRL Ekonomi dihapus karena sering mengalami kerusakan. Padahal, KRL lintas ini jarang kena gangguan walaupun pernah mengalami gangguan. Sebagai penggantinya, 'diterjunkan' KRL Commuter Line biar bisa mengakomodasi penumpang KRL Ekonomi. Tapi, tarifnya tetap mengikuti KRL Commuter Line Tangerang - Duri PP, yaitu Rp5500. Kalo dilihat dari harga karcis, kasihan ya rakyat kecil yang mau naik KRL harus mengeluarkan uang dua kali lipat dari biasanya. Seharusnya, PT.KCJ mengkaji dulu penggantian KRL Ekonomi dengan penyesuaian harga karcis.


Nih,  jadwal KRL yang dihapus sama jadwal KRL biasa biar bisa disesuaikan. Berlaku tanggal 1 Juli 2011.


 929    05:30    Tangerang-Duri
 931    07:10    Tangerang-Duri
 933    09:00    Tangerang-Duri
 935    11:00    Tangerang-Duri
 937    13:00    Tangerang-Duri
 939    15:00    Tangerang-Duri
 941A  16:55    Tangerang-Duri
 943A  19:10    Tangerang-Duri
 930    06:20    Duri-Tangerang
 932    07:55    Duri-Tangerang
 934    10:00    Duri-Tangerang
 936    12:00    Duri-Tangerang
 938    14:00    Duri-Tangerang
 940A  15:50    Duri-Tangerang
 942A  17:57    Duri-Tangerang
 944    20:00    Duri-Tangerang



SUMBER
Jadwal KRL Tangerang - Duri
Jadwal KRL Duri - Tangerang



Minggu, 24 Juni 2012

Akses Menuju Jakarta Convention Center (Dengan Busway)

Karena busway sudah terintegrasi antarrute, nih gue kasih peta jaringan Busway di Jakarta ya. 
SUMBER


Semoga membantu :D

Akses Menuju Jakarta Convention Center (Tanpa Busway)

Karena banyak yang bertanya rute bus menuju Jakarta Convention Center (JCC), nih gue kasih alternatifnya. 


Dari Blok M
Turun di dekat halte busway Senayan JCC.


Mayasari Bakti
AC 34 (Blok M - Poris Plawad)
AC 49 (Blok M - Tanjung Priok)


PPD 
P 45 (Blok M - Cimone)


Turun di ujung ex-Taman Ria Senayan


AJA.P
138 (Blok M - Cimone)


Kopaja
615 (Lebak Bulus - Tanah Abang)


Dari Lebak Bulus/Ciputat
Turun di ujung ex-Taman Ria Senayan


Koantas Bima
102 (Ciputat - Tanah Abang)


Dari Grogol/Slipi
Turun di dekat halte busway Senayan JCC.


Mayasari Bakti 
P 02/P 55 (Kampung Rambutan - Grogol)


PPD 
213 (Kampung Melayu - Grogol)


Turun di depan gerbang JCC.


Koantas Bima 
102 (Ciputat - Tanah Abang)


Kopaja
615 (Lebak Bulus - Tanah Abang)


Dari Sudirman/Thamrin/Senen
Turun di dekat halte busway Senayan JCC.


Mayasari Bakti 
AC 62 (Senen - Cimone)
AC 133 (Tanah Abang - Cimone)


PPD
213 (Kampung Melayu - Grogol)


Dari Kampung Rambutan/Cililitan
Turun di dekat halte busway Senayan JCC.


Mayasari Bakti
AC 02 (Kampung Rambutan - Kalideres)
P 02/P 55 (Kampung Rambutan - Grogol)


Dari Cileungsi/Cibinong
Turun di dekat halte busway Senayan JCC.


Mayasari Bakti 
AC 42A (Cileungsi - Kalideres)
AC 43 (Cibinong - Grogol)

Dari Depok
Turun di dekat halte busway Senayan JCC.


Mayasari Bakti
AC 81 (Depok - Kalideres)


PPD 
P 54 (Depok - Grogol)

Dari Bekasi
  • Bekasi Barat: Naik Mayasari Bakti AC 05 -> Turun di Komdak/depan Plaza Semanggi -> Naik P 02/P 55/P 54 -> Turun di dekat halte Senayan JCC.
  • Bekasi Timur: Naik Mayasari Bakti AC 05/AC 52/P 27/P 50 -> Turun di  Komdak/depan Plaza Semanggi -> Naik P 02/P 55/P 54 -> Turun di dekat halte Senayan JCC.
Dari Ciledug
Naik Bianglala AC 44 (Ciledug - Senen)/Mayasari Bakti AC 35 (Ciledug - Senen) -> Turun di dekat halte Polda -> Naik AC 34/AC 49/P 45 -> Turun di dekat halte Senayan JCC.


Rincian rute bus: 


Rute Bus Besar (Mayasari Bakti AC)

Rute Bus Besar (Mayasari Bakti non-AC)

Rute Bus Besar (Selain Mayasari Bakti)

Rute Bus Sedang


Semoga membantu :D

Senin, 18 Juni 2012

Carut-marut Pelayanan KRL (2)

Lanjutan dari Carut-marut Pelayanan KRL (1)

Mungkin AC/pendingin ruangan banyak dikomentari penumpang karena sering mati/gak dingin. Di beberapa rangkaian seperti Tokyo Metro 5000/Tokyu 8000 dan 8500/Toyo Rapid 1000, memang AC-nya udah gak ada anginnya alias mati. Kalopun ada anginnya, pasti gak dingin. Gue gak tahu kenapa pemerintah membeli KRL seperti itu. Beredar kabar, armada Tokyo Metro 5000 dan Toyo Rapid 1000 dibeli secara terselubung oleh Dirjen Perkeretaapian saat itu, Soemino Eko Saputro. Padahal, KRL tersebut siap dirucat/dibesituakan karena gak layak pakai lagi. 

Masalah AC gak berhenti di rangkaian itu saja. Banyak rangkaian KRL yang AC-nya hampir almarhum. Salah satunya adalah KRL eks Toei 6000. KRL ini adalah KRL hibah dari kaisar Jepang pada tahun 2000. Pada awal peluncuran, AC-nya bisa dibilang dingin karena KRL yang memiliki fasilitas AC gak ada tandingannya saat itu. Setelah sepuluh tahun beroperasi, filter-nya jarang bahkan gak dibersihkan sehingga udara di dalam KRL menjadi panas. 

Di artikel ini, HD menyatakan bahwa interval waktu antar-KRL akan dipercepat menjadi tiga menit sekali. Pernyataan itu gak spesifik untuk rute mana. Kalo interval itu diperuntukkan untuk rute Jakarta - Bogor, mungkin hanya dongeng sebelum tidur saja. Bukannya gue negative thinking nih. Interval tujuh menit sekali saja KRL belum tentu datang, gimana interval-nya dipercepat? Idenya HD sih bagus, tapi harus dipikirkan sarana dan prasarananya seperti listrik, kelayakan armada KRL, dan sebagainya. 

Artikel ini dibuat bukan untuk merendahkan pelayanan KRL di Jabodetabek, tapi dibuat agar petinggi PT.KAI mengerti apa keluhan penumpang dan segera membenahinya. Itupun terjadi kalo petingginya baca, hehehe.

"Sebuah rencana hebat dapat gagal hanya karena kurangnya kesabaran". - Konfusius